Sesungguhnya perbedaan antara ASI dan
darah. ASI adalah makanan yang melewati sistem pencernaan, sedang Darah
tidak. Selanjutnya, ASI bukanlah sebuah cairan, sebagaimana darah
manusia dan cairan tubuh lainnya (misalnya seperti cairan air mani dan
cairan vagina).
Menerima sebuah transfusi darah dan menerima donor ASI benar-benar tidak bisa dibandingkan. Hal ini adalah sebuah kesalahan besar dalam protokol Bank ASI dan disusun berdasarkan pada system operasi Bank darah.
Jika seseorang menerima darah yang terinfeksi hepatitis ke dalam aliran darah mereka (yaitu transfusi), mereka kemudian akan memiliki virus hepatitis dalam tubuh mereka. Kebetulan, CDC menyarankan wanita yang positif terinfeksi hepatitis B dan hepatitis C untuk tetap menyusui bayi mereka sendiri. Hal ini karena virus hepatitis tidak melekat pada ASI (bahkan dalam kasus seseorang yang positif terkena penyakit ini).
Dengan kata lain, jika ibu menerima ASI dari seorang wanita yang hepatitis B atau C-positif, kemungkinan bayi ibu untuk tertular virus dari ASI adalah hampir NIHIL kecuali jika ada darah si penderita yang tercampur ke dalam ASI, maka transmisi hepatitis B & C menjadi mungkin terjadi. Sebagai contoh, ini bisa terjadi dalam kasus putting retak ataupun puting berdarah. Dan karena hal itu juga, mengapa dianjurkan di seluruh dunia, Janganlah seseorang menyumbangkan ASinya kecuali mereka memiliki payudara yang sempurna/ puting sehat, yaitu, tidak ada lesi atau retak pada payudara mereka atau puting susu mereka.
Perlu diketahui juga bahwa pada perempuan yang terinfeksi HIV, virus tersebut tidak terdapat dalam ASInya, padahal virus tersebut selalu ada dalam darahnya. Ya, zat gizi dalam ASI memang di alirkan melalui darah ibu, tetapi kebanyakan penyakit TIDAK melekat pada ASI (hep. B & C menjadi kasus inti, herpes dan sifilis juga TIDAK melekat pada ASI).
Jadi, Jika CDC menyarankan wanita yang positif hepatitis B dan hepatitis C positif tetap untuk menyusui bayi mereka sendiri. SEBALIKNYA bank darah, bagaimanapun, tidak akan menerima darah dari ibu-ibu yang mempunyai penyakit ini untuk di donorkan darahnya.
Allah subhanahu wata’ala telah menjamin ASI yang sehat dalam firmannya:
Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya. (QS. An-Nahl:66)
Sedangkan untuk pasteurisasi atau flash-heating ASI memang benar bahwa hanya virus HIV yg telah terbukti dinonaktifkan oleh teknologi sederhana berupa pasteurisasi kilat. Namun, saya ingin mengajak untuk membaca dengan teliti studi lain dari tahun 2007, berjudul "efek antimikroba dan antivirus pada pasteurisasi suhu tinggi waktu singkat (HTST) diterapkan pada susu manusia" (yang abstrak untuk yang di sini: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17661617)
Dalam studi tertentu, semua lipid-encapsulated virus dan yg sejenisnya (HIV, HTLV, Hepatitis B, Hepatitis C, CMV dan EBV) hancur dalam hitungan beberapa detik (3-4 detik) setelah mencapai suhu panas 72 derajat. Kita tahu bahwa suhu puncak rata-rata yang yg dicapai dalam pateurisasi kilat susu dengan bentuk berteknologi rendah (alias flash-heating) adalah 72,9 derajat. Oleh karena itu tidak perlu selisih yg besar untuk bisa membunuh virus yang sama dengan metode flash-heating.
Menerima sebuah transfusi darah dan menerima donor ASI benar-benar tidak bisa dibandingkan. Hal ini adalah sebuah kesalahan besar dalam protokol Bank ASI dan disusun berdasarkan pada system operasi Bank darah.
Jika seseorang menerima darah yang terinfeksi hepatitis ke dalam aliran darah mereka (yaitu transfusi), mereka kemudian akan memiliki virus hepatitis dalam tubuh mereka. Kebetulan, CDC menyarankan wanita yang positif terinfeksi hepatitis B dan hepatitis C untuk tetap menyusui bayi mereka sendiri. Hal ini karena virus hepatitis tidak melekat pada ASI (bahkan dalam kasus seseorang yang positif terkena penyakit ini).
Dengan kata lain, jika ibu menerima ASI dari seorang wanita yang hepatitis B atau C-positif, kemungkinan bayi ibu untuk tertular virus dari ASI adalah hampir NIHIL kecuali jika ada darah si penderita yang tercampur ke dalam ASI, maka transmisi hepatitis B & C menjadi mungkin terjadi. Sebagai contoh, ini bisa terjadi dalam kasus putting retak ataupun puting berdarah. Dan karena hal itu juga, mengapa dianjurkan di seluruh dunia, Janganlah seseorang menyumbangkan ASinya kecuali mereka memiliki payudara yang sempurna/ puting sehat, yaitu, tidak ada lesi atau retak pada payudara mereka atau puting susu mereka.
Perlu diketahui juga bahwa pada perempuan yang terinfeksi HIV, virus tersebut tidak terdapat dalam ASInya, padahal virus tersebut selalu ada dalam darahnya. Ya, zat gizi dalam ASI memang di alirkan melalui darah ibu, tetapi kebanyakan penyakit TIDAK melekat pada ASI (hep. B & C menjadi kasus inti, herpes dan sifilis juga TIDAK melekat pada ASI).
Jadi, Jika CDC menyarankan wanita yang positif hepatitis B dan hepatitis C positif tetap untuk menyusui bayi mereka sendiri. SEBALIKNYA bank darah, bagaimanapun, tidak akan menerima darah dari ibu-ibu yang mempunyai penyakit ini untuk di donorkan darahnya.
Allah subhanahu wata’ala telah menjamin ASI yang sehat dalam firmannya:
Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya. (QS. An-Nahl:66)
Sedangkan untuk pasteurisasi atau flash-heating ASI memang benar bahwa hanya virus HIV yg telah terbukti dinonaktifkan oleh teknologi sederhana berupa pasteurisasi kilat. Namun, saya ingin mengajak untuk membaca dengan teliti studi lain dari tahun 2007, berjudul "efek antimikroba dan antivirus pada pasteurisasi suhu tinggi waktu singkat (HTST) diterapkan pada susu manusia" (yang abstrak untuk yang di sini: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17661617)
Dalam studi tertentu, semua lipid-encapsulated virus dan yg sejenisnya (HIV, HTLV, Hepatitis B, Hepatitis C, CMV dan EBV) hancur dalam hitungan beberapa detik (3-4 detik) setelah mencapai suhu panas 72 derajat. Kita tahu bahwa suhu puncak rata-rata yang yg dicapai dalam pateurisasi kilat susu dengan bentuk berteknologi rendah (alias flash-heating) adalah 72,9 derajat. Oleh karena itu tidak perlu selisih yg besar untuk bisa membunuh virus yang sama dengan metode flash-heating.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar