Menurut Yvan, gumoh itu sama sekali tak bisa dicegah namun yang bisa dilakukan adalah mengurangi frekuensi gumohnya. Salah satu cara yang paling ampuh menurut Yvan adalah dengan memberikan ASI eksklusif pada bayi.
Berdasarkan penelitian di seluruh dunia, bayi yang mendapat ASI eksklusif, frekuensi gumohnya makin berkurang. Sehingga ia amat menyarankan bagi para ibu untuk selalu memberikan ASI eksklusif.
Pemberian obat, ujar dia, sama sekali tak memberikan efek positif pada bayi bahkan bisa membuat bayi sering sakit akibat bakteri, khususnya pnemounia. Hal ini terjadi karena obat anti asam bisa mengurangi jumlah asam lambung, padahal asam diperlukan untuk membunuh bakteri.
Untuk itu, ujar dia, orangtua harus banyak membaca dan belajar, serta berpikir objektif mengenai kondisi bayi. Karena meski gumoh termasuk biasa namun jika sama sekali tak diperhatikan maka ada kemungkinan, pada kasus-kasus tertentu, terjadi hingga dewasa. ‘’Penelitian di Australia membuktikan beberapa anak terus mengalami gumoh hingga sembilan tahun akibat ketidakpedulian orangtua,’’ tutur dia.
Senada dengan Yvan, menurut Dokter Anak Gastroenterologi, Badriul
Hegar Syarif, orangtua harus banyak mencari tahu dan menggali informasi
mengenai gumoh. Sehingga ke depan, menurut dia tidak ada lagi, kepanikan
berlebihan atau malah cuek sama sekali karena menganggap gumoh hal
wajar.
Orang tua patut curiga, ujar Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI), ketika frekuensi gumoh lebih dari lima kali,
kemudian si bayi rewel atau terus menangis dan kemudian berat badannya
tak normal atau bahkan turun. Berdasarkan penelitian di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo pada tahun 2004, bayi yang mengalami regurgitasi
lebih dari empat kali dalam sehari, akan mengalami kenaikan berat badan
yang lebih rendah pada empat bulan pertama usia bayi.
‘’Selain itu iritasi pada tenggorokan juga bisa terjadi dan
menyebabkan bayi emoh untuk menyusu,’’ ujar dia. Jika orangtua
mengetahui kondisi ini, sebaiknya yang pertama dilakukan adalah dengan
mengetahui teknik mengurangi frekuensi gumoh.
Teknik yang paling mudah, ujar Badriul, dengan sendawakan bayi
setiap usai menyusui dan kemudian tidurkan ia di alas sebuah bantal.
Pada saat akan menidurkan, pastikan posisi tubuh anak setinggi kurang
lebih 60 derajat. ‘’sering ditafsirkan kepala anak harus lebih tinggi,
padahal yang patut diketahui tubuh anak keseluruhan, karena berpengaruh
pada lambung,’’ tutur dia.
Untuk waktunya, ia menyarankan kurang lebih 2 jam dan harus selalu
diawasi. Selain itu ia juga menyarankan agar tak mengurangi jumlah
asupan si kecil. Hal ini dilakukan agar bayi tak kekurangan nutrisi.
Selain itu tidak ada jaminan bahwa mengurangi asupan berpengaruh pada
hilangnya gumoh pada bayi.
Sumber : REPUBLIKA.CO.ID,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar